Selamat datang di Web ini,

Cerita Rakyat ini dipersembahkan agar kita mengetahui adat-istiadat. banyak kelemahan dan kekurangan. Web ini sub Domain Dari LangsaT Borneo.
Pencerahan dan saran pendapat silahkan kirim email ke whyank@gmail.com

Kamis, 07 Juli 2011

Dayak Pitap

Mengenal sejarah keberadaan Dayak Pitap (Kalimantan)

http://www.e-borneo.com/cgi-bin/np/viewnews.cgi?category=1&id=996543727

By Haikal Maserani

Suku Dayak yang tersebar di Kalsel terbagi dalam beberapa kelompok besar. Mereka mendiami pegunungan antara lain di wilayah hulu sungai dan daerah yang berbatasan dengan Kalteng.

Dari sekian banyak masyarakat Dayak di wilayah Banua Lima, salah satunya adalah Dayak Pitap. Kelompok ini tersebar pada daerah pegunungan di Kecamatan Awayan.

Keberadaan masyarakat Dayak Pitap tidak lepas dari masyarakat Dayak lainnya di wilayah hulu sungai atau yang biasa disebut Banua Lima.

Dari namanya, Pitap adalah nama wilayah pegunungan di Kecamatan Awayan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Nama tersebut diambil dari nama seorang datuk kepala adat di pegunungan Awayan. Sebutan Pitap telah ada sebelum hadirnya bangsawan Keling atau yang biasa disebut Empu Jatmika.

Konon Empu Jatmika dikenal sebagai pendiri Negara Dipa di bumi Kahuripan Batang Balangan yang sekarang termasuk dalam wilayah Kabupaten HSU.

Pada waktu itu, pasukan Empu Jatmika berkunjung ke wilayah Dayak Pitap. Datuk Dayak Pitap menyambut dengan baik kedatangan pasukan tersebut dan menyatakan bersedia untuk bergabung dengan wilayah Negara Dipa.

Budaya adat istiadat masyarakat Dayak Pitap dipimpin oleh seorang datuk yang berfungsi sebagai kepala adat. Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat adat Dayak Pitap bercocok tanam.

Meskipun terkenal sebagai peladang berpindah, hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kesuburan lahan pertanian. Antara warga yang satu dengan yang lainnya hidup dengan rukun, tanpa ada suatu pertentangan.

Bahkan terbentuknya berbagai daerah di Banua Lima juga berasal dari leluhur Dayak Pitap. Konon, sewaktu makan buah padi yang diselingi dengan makanan buah jelai yang dibakar, datuk kepala adat yang bernama Datuk Mahdanio mengumpulkan empat datuk keturunannya.

Kelima datuk tersebut berkumpul di Gunung Canting Langit (berada di wilayah Desa Nungka,red). Datuk Mahdanio memberikan petuah sebelum meninggal dunia.

Petuah Datuk Mahdanio berupa pertanyaan yang mempunyai makna, siapa yang ingin mewarisi keberanianku maka akan kuhajatkan pada sang pencipta. Secara cepat pertanyaan disahut oleh Datuk Hamandit. "Aku yang turun ke Batang Hamandit (sekarang HSS)."

Siapa yang ingin mewarisi kepintaranku untuk memimpin, akan kuhajatkan pada sang pencipta. Secara cepat pertanyaan disahut oleh Datuk Balangan, "Aku yang akan turun ke Batang Balangan (sekarang HSU)."

Siapa yang ingin mewarisi keafiatanku akan kuhajatkan kepada sang pencipta. Secara cepat disahut oleh Datuk Alai, "Aku yang turun ke Batang Alai (sekarang HST).

Siapa yang ingin mewarisi tuahku, maka akan kuhajatkan kepada sang pencipta. Secara cepat disahut Datuk Bolanang Alai, "Aku yang turun ke Batang Alai Selatan (sekarang Tapin).

Sebelum mengakhiri petuahnya, Datuk Mahdanio sambil mengunyah sirih mengungkapkan nasehat lima kunci kehidupan, yakni bersikap jujur, hidup rukun, menghargai orang lain, berprasangka baik dan berani karena benar.

Hingga akhirnya, keempat datuk turunan Datuk Mahdanio tersebut turun dari wilayah Dayak Pitap menuju berbagai penjuru. Dan selanjutnya memulai kehidupan di daerah baru tersebut, sehingga terbentuklah daerah-daerah yang ada di Banua Lima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar