Disalin Oleh : John Kenedy Bucek [BHT'02]
Pada jaman dulu jika terjadi peperangan, suku Dayak pada umumnya menggunakan senjata khas mereka, yaitu mandau. Mandau merupakan sebuah pusaka yang secara turun-temurun yang digunakan oleh suku Dayak dan diaanggap sebagai sebuah benda keramat. Selain digunakan pada saat peperangan mandau juga biasanya dipakai oleh suku Dayak untuk menemani mereka dalam melakukan kegiatan keseharian mereka, seperti menebas atau memotong daging, tumbuh-tumbuhan, atau benda-benda lainnya yang perlu untuk di potong.
Biasanya orang awam akan sering kebingungan antara mandau dan ambang. Orang awam atau orang yang tidak terbiasa melihat atau pun memegang mandau akan sulit untuk membedakan antara mandau dengan ambang karena jika dilihat secara kasat mata memang keduanya hampir sama. Tetapi, keduanya sangatlah berbeda. Namun jika kita melihatnya dengan lebih detail maka akan terlihat perbedaan yang sangat mencolok, yaitu pada mandau terdapat ukiran atau bertatahkan emas, tembaga, atau perak dan mandau lebih kuat serta lentur, karena mandau terbuat dari batu gunung yang mengandung besi dan diolah oleh seorang ahli. Sedangkan ambang hanya terbuat dari besi biasa, seperti besi per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan atau batang besi lain.
Mandau atau "Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau" harus disimpan dan dirawat dengan baik ditempat khusus untuk penghormatan. Karena suku Dayak yakin bahwa mandau memiliki kekuatan spiritual yang mampu melindungi pemiliknya dari serangan atau niat jahat dari lawan-lawannya. Dan mandau juga diyakini dijaga oleh seorang perempuan, dan jika pemilik mandau tersebut bermimpi bertemu dengan perempuan yang menghuni mandau, berarti sang pemilik akan mendapatkan rejeki.
Mandau selain dibuat dari besi batuan gunung lalu diukir, pulang atau hulu mandau (tempat untuk memegang) dibuat berukiran dengan menggunakan tanduk kerbau untuk yang pulang-nya berwarna hitam. Dan menggunakan tanduk rusa untuk pulang yang berwarna putih. Pembuatan pulang dapat juga menggunakan kayu kayamihing. Pada bagian ujung dari pulang diberi atau ditaruh bulu binatang atau rambut manusia. Untuk dapat melengkatkan sebuah mandau dengan pulang dapat menggunakan getah kayu sambun yang terbukti sangat kuat kerekatannya.Setelah itu kemudian diikat lagi dengan jangang, namun jika jangang sulit ditemukan dapat menggunakan uei (anyaman rotan).
Besi mantikei yang digunakan untuk bahan baku pembuatan mandau dapat ditemukan didaerah Kerang Gambir, sungai Karo Jangkang, sungai Mantikei anak sungai Samba simpangan sungai Katingan, dan desa Tumbang Atei.
Tidak lengkap kiranya jika mandau tidak memiliki kumpang. Kumpang ialah sebutan sarung untuk mandau, kumpang mandau merupakan tampat masuknya mata mandau biasanya dilapisi tanduk rusa. Pada kumpang mandau diberi tempuser undang, yaitu ikatan yang terbuat dari anyaman uei (rotan).
Pada bagian depan kumpang dibuat sebuah sarung kecil tempat menyimpan langgei puai. Langgei puai adalah sejenis pisau kecil sebagai pelengkap mandau. Tangkainya panjang sekitar 20 cm dari mata anggei, bentuknya lebih kecil dari pada tangkainya. Fungsi dari langgei puai adalah untuk menghaluskan atau membersihkan benda-benda, contohnya rotan. Sarung atau kumpang langgeiselalu melekat pada kumpang mandau. Sehingga dapat dikatakan bahwa antara mandau dan langgei puai adalah sebuah kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar